Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Sekelumit cerita dari Pancasila

               Sebelum cerita ini dimulai, saya menginggatkan pada para pembaca budiman. Bahwasanya tulisan ini bukan untuk mendiskriditkan salah satu organisasi. Cerita ini saya buat hanya bertujuan untuk berbagi pengalaman ketika menjadi kader PMII. selain itu, saya berharap tulisan ini bisa menginsipirasi adik-adik MABA yang masih bingung memilih organisasi ekstra, dan teruntuk mahasiswa yang memandang organisasi ekstra hanya sebelah mata dan berorientsi pada jabatan kampus semata (politik praksis). Saya katakan kalian salah besar. Organisasasi ekstra tidak untuk itu.  Yuk kita mulai ceritanya.  Mahasiswa baru atau maba adalah sebutan bagi siswa/i yang baru saja diterima di universitas. Maba terkenal dengan sifatnya yang cenderung bingung, gugup, takut, penurut, dan “suka kumpul-kumpul”. Ya, maba suka kumpul-kumpul atau istilahnya gathering kelompok , kumpul bikin tugas, ngerumpi, atau hanya sekedar ingin berkenalan saja. Dari gathering itu, banyak sekali kakak tingkat yang

Hei, Bung

Hei, bung aku ingin bercerita. Ihwal sakitnya negeri ini.  Paradoks dengan keniscayaan. Pancasila entah kemana.  Sejarah dibuang percuma.  Pahlawan diinjak sekenaknya.  Dihina sepuasanya.  Dipandang bagai sampah.  Kaum hipokrit bermunculan bak jamur dimusim hujan.  Menebar ayat-ayat.  Primodialisme tak lupa.  Muak aku melihatnya. Negeri ini dijejali sumpah serapah.  Makian. cacian  Sampah kata bertebaran di mana-mana. Dusta menjadi santapan para tukang bejak, petani, guru, agamawan, pengamen, pelacur hingga pencuri. Asupan gizi kaum pemarah sudah biasa.  Ditelan mentah-mentah.  Busuknya sudah tak terasa.  Penguasa keparat bersuka cita.  Kemenangan telah diraih.  Asa telah direngkuh Moral diludahi Masa bodoh dengan tenun Bhineka.  Hei Bung, aku melihat anak menangis kelaparan, sejawat bermusuhan, petani yang dirampas tanahnya, pejuang agraria yang dibunuh percuma, derai kemiskinan menghantar pada sang pencipta. Gurat nestapa t

Pendidikan dan Kemanusiaan

Pendidikan dan Kemanusiaan             Seyogyanya pendidikan merupakan tonggak perubahan dalam sebuah bangsa dan negara. Pendidikan adalah alat perlawanan serta pendulum dalam memanusiakan manusia hingga muncul sebuah karakter yang bermartabat dalam dirinya. Pentingnya pendidikan pun sudah termaktub dalam pembukaan UUD 1945, yang mana salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, itu berarti pendidikan yang mumpuni adalah kunci untuk mencapai hal tersebut. Namun, sangat ironi sekali pendidikan Indonesia dulu hingga sekarang tidak mengubah bangsa ini dalam penjajahan, baik itu penjajahan fisik ataupun penjajahan mental.  Pendidikan di negeri ini makin direduksi dengan segala bentuk kapitalisasi dan pelbagai penindasan yang justru dilakukan oleh pihak elit dan pengajar, birokrat negeri ini. Beberapa tahun terakhir kita dicengangkan oleh pelbagai pemberitaan yang memperlihatkan betapa bejatnya moral anak bangsa, guru, hingga birokrat yang katanya terdidik serta te