Sekelumit cerita dari Pancasila
Sebelum cerita ini dimulai, saya menginggatkan pada
para pembaca budiman. Bahwasanya tulisan ini bukan untuk mendiskriditkan salah
satu organisasi. Cerita ini saya buat hanya bertujuan untuk berbagi pengalaman ketika
menjadi kader PMII. selain itu, saya berharap tulisan ini bisa menginsipirasi
adik-adik MABA yang masih bingung memilih organisasi ekstra, dan teruntuk
mahasiswa yang memandang organisasi ekstra hanya sebelah mata dan berorientsi
pada jabatan kampus semata (politik praksis). Saya katakan kalian salah besar.
Organisasasi ekstra tidak untuk itu. Yuk
kita mulai ceritanya. Mahasiswa baru
atau maba adalah sebutan bagi siswa/i yang baru saja diterima di universitas.
Maba terkenal dengan sifatnya yang cenderung bingung, gugup, takut, penurut,
dan “suka kumpul-kumpul”. Ya, maba suka kumpul-kumpul atau istilahnya gathering kelompok, kumpul bikin tugas,
ngerumpi, atau hanya sekedar ingin berkenalan saja. Dari gathering itu, banyak
sekali kakak tingkat yang memanfaatkan ajang maba tersebut untuk melakukan
pendekatan. Tujuannya untuk apa ? banyak, ada yang hanya ingin eksis, PDKT,
cari daun muda, atau yang lebih blak-blak
an lagi, Pengkaderan. Langsung ke cerita saya terkait dengan awal
pengkaderan saya di PMII.
Saya sangat asing sekali menginjakan kaki di bumi
Arema. Serasa sendiri, tidak ada teman, tidak ada karib. Semua saya lakukan
sendiri, dari buat tugas ospek dam penurunan UKT, semua saya lakukan sendiri.
Hingga, ketika saya dihadapakan dengan suatu masalah yang membuat diri ini stuck, frustasi, sedih, dan menanggis
seharian di kos. Di saat itulah, datang sebuah sms dari Mas N. Mas N adalah
kakak tingkat dan berasal dari kota yang sama dengan saya, kota L. sms dari mas
N ternyata membuat perasaan ini sedikit lega, karena beliau mau membantu saya
untuk menurunkan UKT. Beliau tiap hari bolak-balik ke kampus, menyiapkan berkas
ini itu hanya demi untuk membantu saya menurunkan UKT. Singkatnya, UKT saya
turun berkat bantuan mas N. Dan saya sadar, jikalau tanpa bantuan Allah lewat
mas N dan teman-temannya mungkin saya tidak bisa kuliah di Universitas
Brawijaya. Kemudian, saya akhirnya di bawa ke sebuah rumah yang tidak cukup
besar bercat biru yang tempat parkirnya sangat ribet, ada bendera kuning berlambang seperti lambang kepolisian dan
bertuliskan PMII, depan rumahnya ada pohon blimbing yang lumayan lebat, sebelahnya
ada rumah yang berbanner Rayon KOBRA.
Saya pun diajak masuk, dan dikenalkan dengan
mbak-mbak, dan mas-mas yang menyambut saya dengan ramah, saya duduk dan
disuguhi dengan sebungkus makanan. setelah, berbincang-bincang cukup panjang
ternyata saya baru tahu kalau tempat itu bernama Rayon Pancasila. Rayon
Pancasila adalah tempat kader PMII yang berasal dari FISIP. Sebenarnya saya
sudah mendengar nama PMII dari kakak saya, namanya Mas U, beliau alumni FIA,
Rayon Humaniora. Saya mulai merasa nyaman dengn kehangatan yang diberikan PMII.
Ketika, saya merasa sudah merasa nyaman datanglah Mas F, mas F adalah kakak
kelas saya di sekolah dulu, mas F tiba-tiba sms dan mengajak saya ke suatu
rumah yang cukup bagus, terletak diperumahan, dan tempat parkirnya sangat lua.
Saya di sambut sangat baik oleh teman-temanya, diajak masuk, mengobrol, dan
berdiskusi. Ketika itu diputar film “Soe Hok Gie” dan kami pun berdiskusi
hingga maghrib, ternyata yang datang bukan saya saja namun sekitar 9 anak.
Disela-sela pemutaran film tersebut, mas F bercerita tentang organisasi ekstra
yang dia ikuti dan sejarahnya yang luar biasa. Saya pun juga ikut terkesima
dengan ceritanya. Dan sejak itu mas F, setiap hari intens menghubungi saya,
mengajak kembali ke perumahan itu, dan berniat memasukan saya ke organisasinya. Nah, dititik inilah kebingungan melanda
pikiran dan jiwa. Bingung ikut organisasi ekstra apa ? ada dua pilihan
organisasi yang dua-duanya luar bisa. Hingga akhirnya, datanglah open recruitement di dua organisasi
tersebut yaitu PMII dan organisasi yang diikuti oleh mas F. Singkat cerita dan
dengan mantapnya saya memilih ikut mapaba raya PMII Komisariat Brawijaya.
Petualangan di kota malang di mulai.
Hari-hari di rayon, bersama sahabat/i begitu
menyengangkan, canda tawa, suka duka, dan kejadin-kejadian aneh lainnya kita
lalui bersama. Di rayon pancasila, banyak sekali kenangan yang manis, diskusi
yang menarik, dan makan bersama. Setiap kali refleksi diri ditengah keheningan
malam, ada sesuatu yang begitu sangat saya syukuri. Bersyukur dapat bertemu
dengan orang-orang hebat di PMII, memiliki keluarga ke dua, bisa menjadikan
diri ini berubah menjadi orang yang lebih baik, dan dapat lebih mencintai serta
mengenal Nahdatul Ulama (NU). PMII begitu mengubah hidup, jalan, dan membentuk
idealisme saya sebagai mahasiswa. PMII menjadikan dan membentuk pribadi yang
moderat, toleran, dan terbuka, saya masih ingat ketika SD hingga SMA saya
memandang aneh pada orang non-Islam, namun ketika bergabung dengan PMII yang memegang
ke-moderat-an saya menjadi orang yang toleran & terbuka, yang dulunya tidak suka membaca, menjadi suka
membaca buku, yang dulunya tidak suka diskusi menjadi orang yang suka diskusi
di warung kopi, semua itu karena pacuan semangat dari senior dan para sahabat,
semnagat yang ditanamkan“ tinggikan ilmu, baca bukumu, perjuangkan kebenaran,
jangan berorientasi pada suatu jabatan kampus” sungguh kata-kata tersebut
selalu tertanam di otak ini.
Ada beberapa hal yang menarik dari rayon pancasila.
Pertama, koso kata antar sahabat. Koso kata ini begitu banyak macamnya dan
selalu berubah tiap tahun kepungurusan. Separti kata yummy yulli yusri, ente, megilan, sangat micnin, emazzh, peuu,
gurih-gurih, syekkk, areknya ululu, dan
masih banyak lagi yang tidk mungkin saya
tuliskan karena 1 hari menulis koso kata di rayon mungkin tidak cukup. Tidak
hanya menambah perbendaharaan kata, namun koso kata ini berguna untuk saling
merekatakan antar kepengurusan. Kedua, makan bersama. Mungkin makan bersama
merupakan hal yang sudah biasa bagi semua orang. Namun, bagi saya makan bersama
beralaskan kertas minyak bersama sahabat adalah hal yang begitu menarik, tidak
hany kenyang yang di dapat, gelak tawa, dan kebersaaman serta kedekatan antar
kader bisa tercipta di tradisi makn bersam ini. Ketiga, sisi buruk yang menarik
di rayon pancasila ada “WIB” nya (Waktu in shaa Allah Berubah). Jadi, ini
adalah kebiasaan anak-anak rayon terutama kader putra, akibat Ngopi di Natural Coffe ( baca : rasta)
menyebabkan molornya waktu kegiatan. Seperti
contoh , ketiga ada agenda dari Biro 1 untuk rekreasi bersama, yang semula
disepakati kumpul di rayon jam 8 namun apa yang terjadi ? mereka baru bangun
dan kumpul di rayon tepat jam 11. Luar biasa. Meskipun begitu, hal tersebut
tidak menghilangkan kesolidan para kader, karena akibat jam yang molor akan
dijadikan bahan candaan. Keempat, Ngopi.
Ngopi layaknya sebagai suatu tradisi
rutin yang tidak boleh ditinggalkan, ibarat solat 5 waktu ngopi adalah wajib. Hingga ada celetukan salah satu sahabat, kuliah
jangan sampai menggangu waktu ngopimu, ngopi
syek ben gak oyeng (ngopi dulu biar tidak pusing). Sangat lucu. yang
menarik disini, ngopi tidak hanya ngopi, namun sahabat/i membuat ajang ngopi ini sebagai wadah diskusi dan
saling tukar pendapat. Sehingga, lagi-lagi solidaritas antar kader pun
tercipta. Tidak mengenal angkatan, umur, atau jurusan. Semua melebur jadi satu.
Sekian cerita pengalaman saya dari maba, kebingungan
memilih organisasi, hingga alasan untuk bertahan serta merasa nyaman di rayon
tercinta, Rayon pancasila. Intinya, saya tidak menyesal untuk bergabung dengan
PMII, tidak menyesal menolak “ tetangga sebelah” dan bersyukur bisa bertemu
dengan orang-orang hebat di PMII, karena di PMII saya bisa berproses, mengnal
islam yang moderat, NU, hingga pengetahuan yang baru. Terima kasih Rayon
Pancasila, Terima kasih PMII, Terima kasih sahabat.
-Ilmu dan bakti kuberikan, adil dan
makmur kuperjuangkan-
Komentar
Posting Komentar