Emak: Catatan Rindu
Hari itu, jumat malam tepatnya seminggu sebelum
ramadhan akan berakhir, aku sendiri di kamar kosan yang luasnya hanya 2x3 meter
saja. Aku memang belum pulang ke kampung karena masih ada tugas yang belum selasai. Malam itu angin cukup dingin hingga membuat bulu kuduk ini harus
diselimuti sarung yang dibawakan Imbok dari rumah. Lampu sengaja kumatikan
karena aku beranjak untuk tidur. Beberapa menit kupaksa mata ini untuk memejam
dalam malam yang sunyi. Kicauan burung yang tiada henti, jangkrik yang saut
menyaut dengan lantunan ayat suci Quran di Surau dekat kosanku, makin membuat
mata ini menyala dengan pikiran yang kalut akan kerinduan dengan kampung
halamanku.
Makin kucoba untuk memejam, makin terlukis
bayang-bayang Emak, dan Imbok di tiap sel otakku. Pikiran ini terus
melayang, menerjang bayang hitam, mencoba meraba kenangan masa kecilku yang
penuh warna, sendu dan tawa. Aku tak pernah
membayangkan akan diasuh oleh seorang Emak yang begitu tangguh.
Pada malam itu, aku mengingat bagaimana Emak
berjuang mengasuhku. Ia bekerja keras mengurus sawah
peninggalan ayahnya dan setiap hari dia akan membuat kerajinan dari eceng gondok, yang kira-kira itu cukup untuk membuat kita hidup dan membiayai
sekolahku meski terkadang terseok dan memaksa kita berhutang pada Bibi. Kehidupan kami jauh dari kemewahan, bahkan untuk membeli baju baru saja
aku harus menunggu waktu satu tahun yaitu kala datang hari raya Idul Fitri.
Di balik bayang itu aku masih meraba betapa Emak
berusaha keras menghidupi keluarga kami dan menyayangiku dengan caranya. Peluh Emak di sawah
meninggalkan jejak yang buat aku bersyukur sekaligus haru jika melihatnya. Kulitnya
yang coklat hampir gelap karena disasak matahari, matanya yang cekung kehitaman
hingga kakinya yang melepuh, terlukis jelas di pikiranku. Tak terasa, tiap
jengkal kenangan itu membuatku menangis. Aku menangis
sejadinya, mengingat Emak yang begitu kucinta.
Aku hanya ingin pada Tuhan, semoga Ia akan tetap di
sisiku hingga aku mampu berjalan tegak untuk menerjang hutan kehidupan. Meski ruang
dan waktu akan memisahkan, semoga Emak abadi dalam derap waktu yang tak tahu
kapan akan berhenti. Aku mencintai Emak lebih dari apapun. Aku putuskan untuk
pulang bertemu Emak, karena rindu tak akan terbalas meski dengan doa sepanjang
waktu.
Komentar
Posting Komentar