Mahasiswa dan Kekecewaan
Sebelumnya,
saya ingin bercerita sedikit alasan saya bisa mengambil judul tersebut .
Tulisan saya ini bermula pada “curcol”
salah satu dosen ilmu politik Universitas Brawijaya Malang di salah satu
media social. Beliau mengkritik etika yang mulai luntur dikalangan akademisi,
dimana para mahasiswa “sekarang” sangat jauh berbeda dengan mahasiswa “jaman
dulu”. Singkatnya, mahasiswa sekarang sopan santun atau rasa sungkann-nya pada dosen berbeda dengan
mahasiswa “dulu” .
Proses atau hasil
Tak tahu mengapa, kelihtannya mahasiswa saat ini
lebih cenderung apatis dan ‘kekanak-kanakan’,. Apatis yang dimaksud dalam
konteks ini yaitu apatis pada realita kehidupan masyarakat, seperti contoh
mahasiswa sekarang lebih asyik bergulat dengan aktivitas organisasi dan
tugas-tugas kampus. Memang tidak salah menjadi aktivis dalam organisasi intra,
namun alangkah baiknya jika mahasiswa juga mempunyai sense pada masyarakat sekitar. Contoh saja, para mahasiswa era 90 an
yang tidak hanya aktif diintra namun juga aktif serta kritis terhadap realita
yang ada. Mahasiswa pada era itu, dapat menggulingkan rezim tirani yang ada di
Indonesia. sehingga, mahasiswa dianggap sebagai motor penggerak untuk revolusi
dan memiliki idealism yang begitu kuat.
Berbicara idealism pada konteks kekinian, Idealism
mahasiswa pun semakin tidak jelas dan patut dipertanyakannya. Apakah mahasiswa
sekarang masih mempunyai idealism yang kuat dalam menghadapi realitas yang ada
atau idealismnya tergadaikan dengan tingkah pola yang dilakukanya dalam sebuah
organisasi intra atau event-event kampus. Idealism ini penting dalam menentukan
alur berpikir sesorang, karena jika idealism saja tidak ada bagaimana bisa
seorang mahasiswa membangun jati diri yang sebenarnya, yang mana akan
membentengi dia dalam melakukan suatu tindakan yang bodoh dan konyol.
Percuma saja, kita menjadi mahasiswa yang memiliki
banyak segudang prestasi dan perpengalaman dalam intra kampus namun bernilai
nol/tidak bermanfat di mata masyarkat. Mana agent
of change dan iron stock yang
didengungkan mahasiswa sewaktu ospek. Setidaknya, prinsip-prinsip tersebut
tidak hanya sebatas tulisan tanpa tindakan, namun harus dijadikan sebagai
landasan mahasiswa dalam membangun nusa dan bangsa. Mahasiswa khususnya
mahasiswa baru (MaBa) memang masih dalam proses transisi dari masa siswa
menjadi mahasiswa. Terkadang sifat dan perilakunya pun belum lepas seperti saat
sekolah. Budaya-budaya lama yang dipegangnya semasa sekolah, masih saja
digunkana atau “dibawa-bawa” seperti
contoh, budaya mencontek. Saya terkadang risih dan merasa aneh dengan mahasiswa
yang pada saat ulangan masih mencontek, toh
mereka sudah tidak siswa lagi. Harusnya sifat mencontek agar mendapat nilai
bagus pun wajib dihilangkan. Tidak hanya maba yang berperilaku seperti itu,
namun mahasiswa semester akhir pun melakukannya. Sungguh miris melihatnya,
kemudian muncul anomali-anomali dalam hal ini, apakah proses menjadi “maha”
siswa dilakukan atau tidak, gagal atau belum sempurna ?. Sehingga, Bisa dikatakan, mahasiswa sekarang tidak
memikirkan proses dalam mendapatkan suatu prestise diri. Namun, lebih pada,
hasil yang bagus dan membanggakan apapaun caranya. Entah itu merugikan orang
lain atau bahkan merugikan dirinya sendiri. Inilah sifat instan yang dimiliki
mahasiswa saat ini, hasil bagus yang didapatkan tanpa memikirkan akibatnya
kelak. Tidak hanya itu, pola pikir yang hanya “gila” pada nilai, tercermin pada
tindakan mahasiswa yang terlalu bergantung pada dosen. Semisal, meminta slide, kisi-kisi,
dan lain sebagainya dengan alasan untuk belajar. Padahal dengan perilaku
tersebut, hanya akan menyebabkan mahasiswa gagal berproses, bernalar kritis,
dan menjadi “manusia silabus”. Saya tidak terlalu paham dengan apa yang menjadi
penyebab degradasi pola pikir dikalangan mahasiswa saat ini, namun hal
terpenting yang harus diingat dan dipahami bahwa system pendidikan saat ini
adalah system androgogi bukan system pedagogi lagi. Mahasiswa harus bisa
berpikir mandiri dan kritis agar bisa berproses untuk menjadi pribadi yang
tidak “instan”.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi
degradasi pola pikir mahasiswa saat ini, dimana
titik pointnya terletak pada cara berpikir mahasiswa pada cara-cara
instan untuk hasil yang maksimal, ketimbang proses untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
Erosi Harapan Untuk Mahasiswa
Mahasiswa dulu seperti istilah Ivan Pavlov, pakar
behaviorisme peraih Nobel asal Rusia: salivasi (salivate), selera menggiurkan-
yang meneguhkan semangat perubahan.
Namun, saat ini mahasiswa sekarang malah merusak semangat perubahan
tersebut. Perubahan yang dimaksud, seperti memperbaiki bangsa menjadi lebih
baik, dengan cara menciptakan suatu citra dan aksi yang ada dimasyarkat sebagai
sosok yang mampu diandalakan. Seperti kata Soekarno bahwa pemudalah yang paling
berperan dalam perubahan bangsa ini.
Yang
dilakukan mahasiswa sekarang malah merusak impian masyarakat dengan berbagai
pola tingkah laku yang dilakukannya. Menjadi mahasiswa pada era 90 an dalam
pandangan masyarakat bisa dibilang sangat “keren”, karena pada saat itu
mahasiswa mampu menjadi motor perubahan atau penggerak revolusi dalam
masyararakt. Lambat laun citra dan pandangan masyarakat terhadap mahasiswa pun
semakin menurun, dimana tingkah laku mahasiswa kebnayakan merugikan atau
mengecewakan masyarakat. semisal, berbagai aksi demo anarkis.
Tidak
hanya itu, tindakan mahasiswa yang mengecewakan yakni ketika mahasiswa tidak
netral atau sebagai “tunggangan” kepentingan politik. Kepentingan politik yang
hanya merugikan satu pihak, dan merugikan pihak lain. Idealisme mahasiswa pun,
mau tidak mau tergaidakan hanya demi sesuatu yang dijanjikan oleh salah satu
pihak yang berkepentingan. Bukan kah itu begitu memalukan ? mahasiswa yang
notabennya salah satu pundak masyarkat melakukan suatu tindakan yang tidak
berpihak pada masyarakat. Padahal boleh dibilang harapan masyarakat untuk
perubahan yakni mahasiswa. Buat apa aksi atau demo kalo mahasiswa dijadikan
budak para elite politik saja.
Sikap
buruk yang saat ini telah melekat pada mahasiswa yakni anarkis, egois, dan
apatis mungkin sulit untuk dirubah bila mahasiswa juga tidak sadar akan
perannya dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sehingga, harapan-harapan
masyarakat pada mahasiswa untuk bisa
berperan aktif dan melakukan perubahan dalam masyarakat pun semakin
memudar dan tererosi dengan perilaku buruk yang dicerminkan mahasiswa sekarang.
Komentar
Posting Komentar