Gonjang-Ganjing LGBT di Twitter, Gimana Aku Menyikapinya?


Oke gini, sesuai judul aku jelasin dulu gimana huru hara di twitter selama tiga hari berturut-turut. Bermula dari polemik penolakan penggunaan ban kapten One Love (Ban kapten bagian dari kampanye dukungan anti diskriminasi LGBT)  oleh Tim Jerman saat laga melawan Jepang di babak penyisihan grup Piala Dunia di Qatar 2022.  Namun, Qatar sebagai tuan rumah menolak, kampanye LGBT dalam bentuk apapun karena tidak sesuai dengan norma, budaya dan hukum yang dianut oleh Qatar. Kemudian, FIFA melalui presidennya, Gianni Infantino, tidak memberi respon yang kuat terkait kontroversi ini, dan ia menyatakan bahwa kita hanya harus berfokus pada sepak bola dan mengesampingkan semua perbedaan untuk mendukung jalan nya acara ini.


Respon yang beragam di media sosial pun membuat topik LGBT menjadi trending nomer satu di Twitter. Apalagi ditambah dengan respon dari kalangan influencer salah satunya Gita Savitri Devi atau yang akrab dipanggil dengan Gitasav. Fyi, Gitasav, dia ini salah satu influence yang terang menyatakan bahwa dirinya pro akan hak-hak kaum tertindas dan minoritas seperti perempuan, anak dan LGBT. 


kembali ke laptop (Tukul kali ah), berawal dari salah satu menfess di base @tanyarl berupa screenshot jawaban Gitasav saat ditanya followernya di Instagram tentang sikap Jerman yang mengkritik tindakan Qatar melarang kampanye LGBT. 


Begini isi percakapan yang dibagikan sender anonim tersebut “Git pendapat timnas jerman foto tutup mulut sebelum pertandingan?” tanya followers Gita. Gita menjawab “di satu sisi kaya virtue signaling ya... kaya, can you do something more than that? di sisi lain, Igbtq-phobia has real life consequences. People lost their lives due to their gender & sexuality so it's better than not saying anything at all. “FIFA is corrupt and Qatar justifying homophobia by using "this is our culture" is big no.” tambah Gita. 


Sontak Netizen pun beramai-ramai melontarkan kritik dan hujatan pada Gitasav atas pernyataanya. Netizen kebanyakan yang kontra menilai bahwa Gitasav terlalu liberal hingga melupakan nilai Islam padahal dengan dasar Al-Quran LGBT jelas dilarang.


 Nah, sebagai netizen, aku ada sisi pro dan kontra sih terhadap pernyataan Gitasav.

 

Yang pro dulu deh,  aku setuju dengan Gitasav, bahwa kaum LGBT seharusnya memiliki hak hidup dan kesetaraan yang sama dengan masyarakat yang lain.Seringkali kita mendengar, bahwa kelompok LGBT tertolak untuk bekerja, dipersekusi secara fisik dan verbal karena pengakuan dan penampilan mereka “yang beda” dengan yang lain. Sehingga, kita sebagai sesama patutnya toleransi aja sih dengan pilihan hidup mereka. Toh, toleransi kan hanya sekadar menghormati tidak mengikuti atau mendukung paham mereka. 

Kita itu sama. Sama-sama manusia ciptaan Tuhan. Jangan pernah ada pikiran deh kalau kita ini lebih baik ketimbang kelompok LGBT hanya karena kita memiliki orientasi seksual yang sudah dianggap “normal”  dalam konstruksi masyarakat. 


Aku tidak menafikan tentang tafsiran dari Quran yang melarang perilaku LGBT dengan dasar penyimpangan yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth. Akan tetapi, terlepas dari perilaku LGBT mereka tetap manusia yang punya hak untuk hidup, setara dan diperlakukan sama di masyarakat kita.


Nah, di lain sisi aku pun kontra dengan Gitasav tuh soal pernyataan yang menuduh Qatar homophobic atas dasar kasus yang udah aku jelasin. Padahal Qatar sebagai negara kan tentunya punya hukum yang dipegangnya. Kalau hasil baca-baca sih, Qatar yang negaranya mayoritas Islam menggunakan dua hukum yakni sipil dan syariah Islam. 


Dilihat dari mayoritasnya saja sudah cukup mencerminkan bagaimana nilai dan ajaran Islam melekat di keseharian mereka. Tentu, tuduhan Gitasav dengan Qatar itu haknya untuk berpendapat, tapi sikap Qatar menolak kampanye tersebut bagi aku sudah benar karena kembali ke pepatah di mana bumi di pijak maka, langit dijunjung. Hendaknya kalau kita mengklaim menyuarakan hak-hak kelompok minoritas seperti LGBT jangan hipokrit. 


Maksudnya gini suara kita pengen didengar tapi kita ogah dengerin orang lain. Contoh deh, emang pernah negara Qatar atau negara Islam menolak kampanye LGBT di Belanda saat meraka berkunjung ke sana. Atau apakah orang Islam yang datang ke paris menolak nudish beach? Engga kan? Jadi pernyataan Gitasv tuh seolah memaksakan suatu paham; dalam konteks ini tentu paham LGBT yang bertolak dengan keyakinan Qatar. 


Jadi, kurang tepat deh kayaknya kalau menyalahkan Qatar homophobic padahal penolakan tersebut atas dasar hukum dan keyakinan masyarakat setempat bahwa LGBT tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang dianut mereka. Andai saja Gitasav menjawab pertanyaan tanpa menuduh Qatar homophobic mungkin masalah ini tidak melebar ke mana-mana.


Akhir kata, jaga mulut, jaga jari. Jangan bersembunyi dibalik ingin nanya pendapat padahal giring opini untuk ngebully.


Sekian terima Mark Lee, eh maksudnya Terima Kasih. Kamshaminda.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Emak: Catatan Rindu

Takut

Ara, aku bertanya.