Takut



Aku takut. Malam berubah siang dengan ratap tangis kepapaan.

Aku takut. Dewi padi tidak akan tersenyum gemilang untuk negeri tercinta.

Aku takut. Gunung-gunung tidak akan menjulang kokoh. Teraniaya oleh modernitas.

Aku takut. Semangat ibu-ibu  menentang kelaliman itu patah dengan perlahan. Akibat jerat rakus kapitalisme. Todongan senjata dalam tenda-tenda

Aku takut. Kemanusian dipandang sebelah mata. Bela kemanusian bagai lipstik saja. 
Menutup hati. Menutup belas kasih. 

Aku takut. Orang-orang menjadi barbar oleh hoax yg bertebaran. 
Makin bodoh, meludahi tumpukan buku, percaya pada dogma-dogma.
Menghamba yang dipertuan agung.
Sumbu pendek menjadi khasnya.

Aku takut. Dewan terhormat makin memperkaya diri. Mengerat kesejahteraan. 
Menghisap kemakmuran. 

Aku takut. Air tidak mengalir di pegunungan. Mengeringkan pematang.
Membasahi kantong para tuan.

Aku takut. Pendidikan hanya ladang uang, sarjana hanya hiasan, lantas ilmu menjadi mainan.

Otak mereka hanya dimainkan oleh nada-nada hapalan dan dengung mayor arti sejahtera. 

Kumpulan pelasi busuk bersua  dalam termin sejahtera masyarakat urban. 

Aku takut. Para pemuda menjadi parlente yang hanya bicara selangkangan dan gaya terkini

Aku takut. Para pemimpin negeri ini mengemis pada pemodal. Menginjak keadilan, berbondong sembunyikan tangan tangan para jendral berlumur darah. 
Biaskan cerita dalam nestapa tiap lakon.
Tumbalkan para papa dalam lindasan kendaraan lapis baja.

Aku takut. hembusan angin tidak akan dapat menyejukan petani. Sawah disulap jadi simbol modernitas. Siapa peduli?

Dan takutku itu makin nyata. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Emak: Catatan Rindu

Sekat